Kontekstualisasi... Part 4


B.3. Kontekstualisasi Kekuatasan Sosial di Kawasan Perbatasan
Pengelolaan sumber daya alam di pulau-pulau kecil telah menjadi dambaan dalam penumbuhan kekuatan ekonomi lokal yang dikelola pada masyarakat di wilayah perbatasan. Namun menurut Georgi  (2003 dalam Subejo, 2008) kekuatan alam yang melimpah, akan sulit memberikan kontribusi yang nyata dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi masyarakat, jika tanpa dibarengi dengan kekuatan sosial.
Menurut Subejo (2008) elemen utama kekuatan sosial itu mencakup norms, reciprocity, trust, dan network. Subejo menegaskan, keempat elemen tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku kerjasama untuk mencapai hasil yang diinginkan. Berangkat dari konsep social capital di atas, dalam mendapatkan kontribusi nyata pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi masyarakat, maka penguatan akan social capital yang dimiliki masyarakat di kawasan perbatasan adalah hal mutlak yang perlu diwujudkan. Hambatan dalam mewujudkan penguatan social capital pada masyarakat diperbatasan adalah tentang kontekstualisasi program kegiatan yang ada di berbagai bidang di era kekinian.
Menurut penulis, terdapat delapan belas bidang kekautan sosial di Kepuluan Aru yang perlu dikontekstualisasikan agar ekonomi lokal menguat dan akhirnya kawasan perbatasan di Kapulauan Aru menjadi garda terdepan dalam mengaktualisasi integrasi nasional. Sembilan belas bidang yang perlu digarap itu diantaranya;  bidang pendidikan, politik, gender, ekonomi, sosial, budaya dan seni, lingkungan hidup, teknologi, hukum, sejarah, pertahanan dan keamanan, bahasa, transportasi, olahraga, pemukiman, kesehatan, pariwisata, dan pangan.




Gerakan Mengajar di Perbatasan

Kontekstualisasi penguatan di bidang pendidikan dapat dilakukan dengan gerakan mengajar di perbatasan. Gerakan mengajar dapat mencerdaskan masyarakat Aru dalam menemukan solusi hidup yang ramah lingkungan. Rendahnya indek pembangunan manusia masyarakat Aru yang hanya mencapai 69,93 indeks, jumlah SD dan SMP per 1000 penduduk hanya dua buah, jauhnya jarak pemukiman dengan SD dan SMP mencapai 16,66 km dan SMA mencapai 27,20 Km (SIS PDT, 2012), program gerakan mengajar menjadi pilihan tepat untuk realisasikan.
Dalam melaksanakan progaram ini, pihak Pemda Kepulauan Aru dapat bekerjasama dengan Kemendikbud, Perguruan Tinggi, hingga LSM Pendidikan, untuk mengajar di masyarakat kepaluan. Pemda diharapkan memiliki desain kurikulum berbasis keunggulan lokal agar pascaprogram pengajaran, terdapat tindaklanjut dan kesinambungan yang dapat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat diperbatasan.

Gerakan Cinta Produk Lokal

Penguatan bidang politik dapat dilakukan dengan cara gerakan cinta produk lokal. Program ini nantinya dapat menumbuhsuburkan pertumbuhan home industri yang mana sebagai rantai ekonomi dengan siklus yang mapan dan matang. Belajar dari temuan studi yang dilakukan Sitohang (2009) tentang perdagangan gelap yang kerap terjadi kawasan perbatasan, karena tidak adanya rasa cinta terhadap produk dalam negeri, perlahan akan teratasi.

Pembangunan Berbasis Gender

Penguatan akan kekuatan sosial masyarakat diperbatasan Aru juga dapat dilakukan pada bidang gender dengan program pembangunan daerah tertinggal berbasis gender. Program ini dilakukan dengan mengikutsertakan peran serta perempuan dan laki-laki dalam pembangunan. Kerja keras (maskulinis) dan keuletan (feminis) (Astuti, 2008) dapat digabung dalam penguatan ekonomi lokal. Sosiostruktur pada masyarakat pesisir, dimana perempuan hanya sebatas menunggu hasil tangkapan, sudah saatnya diredefinisi. Perempuan dapat menjadi pelopor dalam membangkitkan ekonomi keluarga. Hanyalah perbedaan jenis kelamin tentang perempuan dan laki-laki saja, selebihnya dalam membangkitkan ekonomi dalam keluarga, keduanya perlu dikonstruksikan sejajar dalam rangka mempercepat proses dan efesiensi produksi dengan nilai profit yang tinggi.  Terlebih tren demografi, jumlah perempuan di masyarakat Aru lebih banyak dari pada jumlah laki-lakinya (BPS, 2011).

Program Pengalengan Ikan
Selanjutnya penguatan bidang ekonomi dapat dilakukan dengan program pengalengan ikan secara masal. Tercatat penangkapan hasil laut di Teluk Aru dan Perairan Arafuru, pada tahun 2010 telah menyumbang angka 537.964 ton atau meningkat hingga 65,75% (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2011). Wajar jika terjadi tindakan illegal fishing (Nainggolan, 2008) yang dilakukan oleh orang luar cukup marak terjadi. Kasus illegal fishing dan data tangkap ikan diatas sudah saatnya disambut dengan persaingan mendirikan industri pengalengan ikan masal agar bahan baku ikan yang berkualitas dan melimpah ini, keuntungannya dapat dinikmati oleh masyarakat lokal. Dengan penciptaan lapangan pekerjaan maka nantinya akan mamacu ketercukupan standar kualitas hidup masyarakat. Ketersediaan lembaga kerja ini pula akan memacu dinamika masyarakat Aru yang lebih progresif.

Gemar Menolong

Kontekstualisasi penguatan di bidang sosial dapat dilakukan dengan program gemar menolong. Gemar menolong merupakan kerjasama untuk menyelesaikan proyek guna kepentingan bersama, atau yang dalam Marzali (2005) disebutnya  dengan istilahh gotong-royong. Mengangkat anggota masyarakat yang lemah hingga menjadi kuat adalah suatu pemberdayaan dalam membangun kemandirian yang tidak tergantung pada kekuatan uang. Membangun kewirausahaan sosial atau sociopreneur (Winartoi, 2008) dapat diaktualsiasikan di kawasan perbatasan ini.  Dengan ideologi sociopreneur ini, biaya pembangunan akan lebih irit, mengingat Product Domestic Regional Bruto (PDRB) kepulauan ini hanya sejumlah 34, 996 milyar (BPS, 2011).

Pelestarian Tradisi Lokal

Selanjutnya bidang budaya dan seni dapat dilakukan dengan melestarikan dan mengembangkan tradisi lokal yang memiliki keperpihakan akan ketercukupan kebutuhan lokal. Identitas dan karakter masyarakat Aru akan menjadi mantap di kemudian dengan pendekatan pembangunan identitas karekter budaya masyarakat. Pengembangan pentas seni berbasis lingkungan, seperti yang dipaparkan Melalatoa (1995) tentang keanekaragaman sistem matapencaharian dan ikon Orang Aru, mutiara dan bulu cenderawasih, sudah saatnya menjadi karakter seni Orang Aru. Pentas tari terkenal Orang Aru adalah tarian Cukelele. dalam tarian tersebut, Orang Aru sangat mengagungkan burung Cenderawasih yang replikanya ditaruh di kepala sang penari. Menggelar pentas kesenian lokal berbasis potensi pesisir akan menjadi penyejuk dan penyemangat etos kerja keseharian masyarakat Aru itu sendiri. 
Langkah pengumpulan dan kepemilikan identitas budaya masyarakat Aru mendesak untuk dilakukan agar masyarakat diperbatasan ini tidak dijajah oleh budaya bangsa luar. Telerbih secara sosiohistoris masyarakat Aru memiliki hubungan dengan budaya bangsa Australia (Kompas, 2004). Terbukti hingga saat ini Australia menggunakan pendekatan budaya dalam berinteraksi dengan masyarakat tetangga batas geografisnya (Elisabeth, 2006).

Gerakan Menanam Pohon

Peguatan bidang lingkungan hidup dapat dilakukan dengan program menanam pohon. Gerakan menanam pohon dan menggunakan sekedarnya akan kekayaan lingkungan agar dapat diwariskan hingga anak cucu Aru dikemudian hari. Menanam pohon juga telah menjadi isu global yang cukup strategis untuk dilakukan di kawasan perbatasan Aru karena sejalan dengan isi dari Protokol Kyoto (Wikipedia, 2012). Kawasan Aru menjadi potensial karena dikawasan ini terdapat kawasan lindung yang menyatu dengan pemukiman masyarakat dengan prosentase 92,44% (SIS PDT, 2012). Tindakan nyata yang dapat dilakukan adalan penanaman pohon bakau disepanjang pantai Aru serta gerakan menanam pohon sebelum menebangnya yang memiliki nilai ekologi sekaligus bernilai ekonomi tinggi.

Penciptaan Teknologi Terapan

Dalam bidang teknologi, menciptakan alat untuk penguatan produksi dan prinsip efesiensi mutlak dilakukan. Penciptaan teknologi terapan hendaknya diselaraskan dengan potensi alam dan sosial yang ada di kepulauan ini. Tanpa alat berteknologi tinggi, masyarakat diperbatasan akan mengalami proses ketertinggalan yang tak terkendali.

Penamaan Pulau-pulau di Aru

Bidang hukum pun demikian, dengan memberi nama di sepanjang pulau menjadi petanda bahwa mereka hidup dalam pangkuan ibu pertiwi, bukan dalam kendali para cukong luar negeri yang selalu membingungkan posisi dan peran anak negeri di kawasan perbatasan ini.

Penulisan Sejarah Lokal

Menulis sejarah lokal menjadi garapan yang perlu dikontekstualisakan di bidang sejarah. Sebagai bagian dari entitas masyarakat global, sudah saatnya mereka memegang kendali akan sejarahnya sendiri, bukan sebaliknya sejarahnya dikontruksikan orang luar yang belum tentu memihak kepentingan masyarakat di kawasan perbatasan negeri.

Pembangunan Laboratorium Nasionalisme
Selanjutnya di bidang pertahanan dan keamanan, kawasan perbatasan hendaknya dibangun sebuah laboratorium nasinalisme. Laborat ini akan berfungsi sebagai penguatan karakter nasionalis. Berbagai kegiatan dan pembangunan simbol-simbol kepahlawanan, serta menggali nilai-nilai kepahlawanan di tingkat lokal, akan mampu menjaga kedaulatan negeri ini. Dalam konteks geografi politik, episentrum dari kedaulatan ada dikawasan perbatasan, bukan dipusat perkotaan.

Membumikan Bahasa Ibu
Dalam bidang bahasa, melestarikan dan menggunakan bahasa ibu setelah bahasa nasional adalah tanda kemenangan akan kedaulatan politik teritorial di negeri ini. UNESCO-pun telah memberi apresiasi setinggi-tingginya karena bahasa ibu telah berperan sebagai alat sosialisasi mengenalkan norma dan perilaku sosial dalam mewujudkan suatu tatanan sosial yang diidam-idamkan. Dengan 10 bahasa besar yang dimiliki Orang Aru dan ragam dialeg yang begitu berlimpah (Melalatoa, 1995) sudah saatnya digunakan baik sebagai bahasa ibu, menjadi alat komunikasi dalam proses pembangunan di kawasan perbatasan ini. Kasus yang diceritakan Suhana (2007) tentang fenomena di Miangas tentang penggunaan bahasa Tagalog mata uang Peso, menjadi hal menarik untuk dijadikan pelajaran akan eksisten bahasa ibu di masa depan nanti.

Revitalisiasi Transportasi Air
Bidang transportasi dapat digarap dengan melakukan revitalisiasi transportasi air. Dominasi pesisir sebagai karakteristik di pulau Aru, maka yang paling efektif dan efesien adalah meremajakan dan mengembangkan alat transportasi berbasis air. Keberadaan transportasi air ini akan memutus keterasingan dan keterpencilan kepulauan aru dengan kepulauan yang lainnya sekaligus memompa derajat kebangkitan ekonomi masyarakat Aru ini.

Perlombaan Olahraga Unggulan
Bidang olahraga dapat dikembangkan dengan perlombaan olahraga unggulan lokal. Sebagai kawasan kepulaun, olahragawan dan olahragawati renang dan selam, dapat didik di pulau ini. Sehingga nantinya kepulauan Aru dapat memberi sumbangan prestasi nasional dalam cabang olahraga yang dilombakan baik ditingkat nasional maupun internasional.

Perumahan Tahan Kebencanaan
Penguatan di bidang pemukiman dapat dilakukan dengan model perumahan tahan kebencanaan. Banjir, tanah longsor, dan gempa yang berpotensi mengakibatkan Tsunami menjadi kehawatiran bagi semua penduduk yang bermukim di sepanjang pesisir pantai Aru. Dengan desain perumahan tanggap kebencanaan, keselamatan penduduk di pemukiman pesisir menjadi harapan bagi setiap orang.

Pengobatan Tradisional
Kemudian penguatan di bidang kesehatan dapat dilakukan dengan cara menggali perilaku dan bahan medis yang cukup terbukti digunakan dalam mengobati penyakit endemik. Keterbatasan aksesibilitas infrastruktur kesehatan tidak lagi menjadi kendala, karena masyarakat setempat telah piawai dalam melakukan tindakan preventif dan tindakan medis. Dengan demikian maka kesehatan fisik sebagai pendukung produktivitas ekonomi akan segera tercapai.

Wisata Tapal Batas
Program wisata tapal batas merupakan program pariwisata dengan menyuguhkan panorama alam dan sosial yang ada di kawasan perbatasan yang didalamnya terdapat tujuan melibatkan masyakat luas dalam memperkuat tapal batas Indonesia. Secara teknis, wisatawan diperkenankan memberikan simbol secara bebas tentang tanda bahwa kawasan yang dikunjungi adalah kawasan perbatasan. Program wisata tapal batas ini berangkat dari konflik perbatasan yang belum selesai  semenjak Timor Leste menjadi negara tersendiri. Ada perjanjian (timor gap treaty) yang menjadi batal dan batas-batas laut yang ada harus dirundingkan kembali secara trilateral antara Indonesia - Timor Leste - Australia. Program wisata ini menjadi sesuatu yang menarik untuk dikembangkan pada kawasan di perbatasan.

Budidaya Pangan Berbasis Lokal
Adapun penguatan di bidang pangan dapat dilakukan dengan melakukan budidaya pangan berbasis lokal. Pangan merupakan hal penting dalam unsur kehidupan, karena ketiadaan pangan akan melahirkan sikap radikal dan pemberontakan (Herdiawan, 2012) yang berujung pada perusakan hasil-hasil pembangunan. Kuliner lokal menjadi alternatif dalam pengembangan perwisataan para pelancong yang tertarik mengunjungi kawasan perbatasan di Kepulauan Aru ini sekaligus menjadi kazanah kuliner nusantara yang penting di jaga sebagai identitas bangsa dalam bidang ketahanan dan kedaulatan akan kuliner nusantara.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Kontekstualisasi... Part 4"

Post a Comment